
Kalau ada satu tempat di Korea Selatan yang benar-benar bikin saya merasa seperti masuk ke dunia lain, itu adalah Gamcheon Culture Village di Busan. Saya ingat pertama kali mendengar tentang desa ini dari seorang teman yang bilang, “Kalau ke Busan jangan cuma ke pantai Haeundae, coba deh ke Gamcheon, unik banget!” Awalnya saya agak skeptis, karena yang saya bayangkan cuma sekadar kampung dicat warna-warni. Tapi ternyata, setelah benar-benar melangkahkan kaki ke sana, rasanya campur aduk antara kagum, nostalgia, sekaligus belajar banyak tentang hidup.
Perjalanan Menuju Gamcheon Culture Village
Busan sendiri kota yang rame banget, penuh kehidupan, dan punya nuansa yang berbeda dengan Seoul. Kalau Seoul terasa modern dan sibuk, Busan lebih santai, pantainya indah, dan makanannya—wah jangan ditanya, tteokbokki di sana pedesnya nampol. Dari stasiun Busan, saya naik subway ke stasiun Toseong, terus lanjut naik shuttle bus kecil yang khusus menuju Gamcheon Culture Village. Nah, di sinilah pengalaman menarik dimulai Wikipedia.
Busnya sempit, jalannya nanjak, belok-belok tajam kayak di kampung halaman saya waktu mudik. Saya sempat beberapa kali pegangan erat ke kursi karena takut kejedot kaca. Tapi justru itulah yang bikin perjalanannya berkesan. Begitu sampai di pintu masuk utama desa, saya langsung disambut tulisan besar Gamcheon Culture Village dengan warna mencolok. Dari situ, mata saya langsung dimanjakan pemandangan rumah-rumah berwarna pastel yang bertumpuk-tumpuk di bukit, kayak lego raksasa.
Sejarah Singkat yang Membuat Saya Merenung
Sebelum muter-muter lebih jauh, saya sempat baca papan informasi di gerbang. Ternyata desa ini dulunya bukan tempat wisata keren. Gamcheon awalnya adalah kawasan pemukiman sederhana, bahkan bisa dibilang agak kumuh. Banyak pengungsi Perang Korea tahun 1950-an yang tinggal di sini. Jadi rumah-rumah kecil ini dibangun seadanya, saling berhimpitan, tanpa banyak fasilitas.
Yang bikin saya kagum, alih-alih dibiarkan begitu saja, pemerintah Busan bersama komunitas lokal mengubahnya jadi pusat seni dan budaya sejak tahun 2009. Seniman dari seluruh Korea datang, melukis dinding, membuat instalasi seni, dan perlahan desa ini jadi hidup lagi. Dari tempat penuh keterbatasan, Gamcheon berubah jadi desa penuh warna yang bikin orang dari seluruh dunia datang.
Saat berdiri di salah satu spot yang menghadap ke seluruh desa, saya jadi mikir: Hidup itu bisa berubah total kalau ada usaha dan kreativitas. Dari tempat sederhana bisa lahir sesuatu yang indah.
Menyusuri Gang Sempit dan Warna-warni Seni
Gamcheon itu nggak cuma tentang rumah warna-warni. Yang bikin seru adalah gang-gang sempit yang penuh mural, instalasi unik, dan toko kecil. Jalanannya berliku, kadang menanjak tajam, dan beberapa spot bahkan bikin saya ngos-ngosan. Tapi setiap belokan selalu ada kejutan.
Saya masih ingat menemukan mural The Little Prince yang jadi spot foto paling populer. Ada patungnya duduk di tepi tembok, memandang ke arah rumah-rumah warna pastel di bawah. Antriannya panjang banget untuk foto di situ. Saya akhirnya nggak jadi foto karena males nunggu, tapi justru momen melihat pasangan muda, keluarga, sampai turis solo bergantian foto di sana bikin saya tersenyum. Rasanya hangat, kayak semua orang punya kenangan sendiri di sudut itu.
Selain mural, ada juga toko seni kecil yang menjual kerajinan tangan lokal. Saya sempat beli magnet kulkas bergambar Gamcheon. Harganya mungkin agak mahal dibanding toko souvenir biasa, tapi rasanya beda. Saya tahu kalau uang itu sebagian dipakai untuk mendukung komunitas lokal.
Anekdot Kecil: Nyasar di Labirin Desa
Nah, ini bagian lucunya. Saya pikir jalan di Gamcheon gampang, tinggal ikut arah orang. Tapi ternyata banyak jalan buntu, tangga curam, dan belokan yang bikin bingung. Saya sempat nyasar hampir 30 menit, muter-muter di gang yang sepi banget, sampai akhirnya ketemu nenek lokal yang senyum ramah sambil nunjukin arah keluar. Bahasa Korea saya pas-pasan banget, jadi saya cuma bisa bilang “kamsahamnida” dengan wajah malu-malu.
Tapi justru nyasar itu jadi pengalaman berharga. Saya jadi bisa melihat sisi lain Gamcheon yang nggak terlalu ramai turis. Ada halaman kecil dengan tanaman hias, ada anak-anak lokal main bola plastik, ada juga kucing tidur di kursi kayu. Rasanya kayak menemukan hidden gem di balik keramaian.
Pelajaran Hidup dari Gamcheon
Setelah beberapa jam jalan-jalan, saya duduk di salah satu kafe kecil yang menghadap ke desa. Saya pesan es kopi susu (karena udah kepanasan banget) dan sambil duduk saya merenung. Ada beberapa pelajaran yang saya petik dari Gamcheon Culture Village ini:
Kreativitas bisa mengubah keterbatasan jadi peluang.
Bayangkan kalau desa ini dibiarkan kumuh, mungkin nggak ada orang yang mau datang. Tapi dengan sentuhan seni, tempat ini jadi magnet turis internasional.Warna itu bikin hidup lebih ceria.
Sesederhana rumah dicat warna pastel, efeknya luar biasa. Saya jadi mikir, mungkin kita juga butuh “mengecat ulang” hidup kita dengan warna baru supaya nggak monoton.Setiap gang punya cerita.
Nyasar di Gamcheon bikin saya sadar, kadang jalur yang salah justru membawa kita ke pengalaman yang tak terduga.
Tips Praktis untuk Kamu yang Mau ke Gamcheon
Karena saya sudah ngalamin langsung, ada beberapa tips yang mungkin berguna:
Datang pagi atau sore. Siang hari panas banget, apalagi kalau musim panas. Jalanan naik turun bikin cepat lelah.
Pakai sepatu nyaman. Jangan sekali-sekali pakai sandal tipis, bisa sakit kaki.
Bawa air minum. Memang banyak kafe, tapi harganya lumayan. Air botol dari convenience store lebih hemat.
Siapkan kamera atau HP dengan baterai penuh. Setiap sudut desa fotogenik banget. Saya sampai kehabisan baterai karena terlalu sering foto.
Hormati warga lokal. Jangan masuk sembarangan ke rumah atau halaman, karena ini bukan sekadar tempat wisata, tapi juga tempat tinggal orang.
Gamcheon di Hati Saya
Ketika akhirnya meninggalkan Gamcheon Culture Village sore itu, saya merasa seperti baru pulang dari perjalanan kecil dalam hidup. Bukan hanya jalan-jalan biasa, tapi pengalaman yang membuka mata tentang seni, budaya, dan kehidupan.
Saya pulang dengan kaki pegal, keringat bercucuran, tapi hati penuh warna. Dan setiap kali lihat magnet kulkas bergambar desa kecil itu, saya selalu teringat pelajaran sederhana: hidup memang penuh tanjakan dan belokan, tapi dengan sentuhan warna, semua bisa jadi indah.
Baca juga fakta seputar : Travels
Baca juga artikel menarik tentang :Curug Ngebul Cianjur Selatan: Surga Tersembunyi yang Bikin Nagih!