September 26, 2025
Pulau Ular

Saya harus jujur ya, pertama kali dengar nama “Pulau Ular,” reaksi saya langsung—”Eh, seriusan mau ke sana?” Siapa sih yang nggak ngeri denger kata ular dalam satu kalimat dengan pulau? Tapi setelah baca-baca dan ngobrol sama teman Travels yang udah pernah ke sana, rasa penasaran saya mengalahkan rasa takut. Jadi ya udah, saya putuskan buat berangkat dan ngelihat sendiri seperti apa sih si Pulau Ular yang katanya “mistis tapi indah” ini.

Pulau Ular itu lokasinya ada di perairan Bima, Nusa Tenggara Barat. Pulau kecil ini bisa dibilang mungil banget, sekitar setengah lapangan bola, tapi jangan remehkan ukurannya. Yang bikin pulau ini beda dan rada “serem” adalah karena memang ditinggali oleh ratusan ular laut berbisa. Tapi anehnya, mereka tidak agresif. Nah loh, gimana tuh?

Keindahan Pulau Ular Indonesia yang Bikin Penasaran

Kisah Pulau Ular yang Terlarang, Penghuni Terakhir Tewas Mengenaskan

Dari kejauhan, Pulau Ular ini kelihatan biasa aja. Pasir putih, bebatuan karang, air laut sebening kristal, dan langit biru yang nyaris tanpa awan. Tapi pas kapal nelayan mendekat dan saya lihat mulai banyak ular menggeliat di sela-sela karang, saya langsung kaget. Ya ampun, ular-ular itu kayak “penjaga gerbang” pulau Narasi indonesia.

Tapi yang bikin saya betah justru karena pulau ini masih virgin. Belum banyak wisatawan, belum banyak sampah, belum ada bangunan komersil. Hanya suara ombak, angin, dan gesekan ular di antara karang. Aneh, kan? Tapi serius, itu jadi pengalaman spiritual tersendiri buat saya. Rasanya kayak masuk ke dunia yang belum banyak disentuh manusia.

Saya ambil beberapa foto (tentu dari jarak aman), dan hasilnya luar biasa. Kontras warna antara kulit ular yang bercorak kuning-hitam dengan batu karang dan air biru jernih itu benar-benar Instagrammable, tapi tetap… hati-hati ya, jangan karena demi konten terus nekat.

Kenapa Pulau Ular Indonesia Sangat Diwaspadai?

Ini penting banget buat kamu yang penasaran dan mungkin berencana ke sana. Pulau ini dihuni oleh ular laut berbisa dari jenis Laticauda colubrina, atau lebih dikenal dengan sea krait. Ular ini bukan main-main bisanya. Satu gigitan bisa bikin manusia ko’it kalau nggak ditangani dengan cepat.

Tapi anehnya (dan ini yang bikin ilmuwan penasaran juga), ular-ular ini dikenal jinak terhadap manusia. Nggak tahu kenapa, apakah karena mereka merasa teritorialnya nggak terganggu atau memang sudah terbiasa dengan kedatangan nelayan lokal. Tapi tetap, itu bukan alasan buat meremehkan. Mereka tetap hewan liar. Kita tamu di rumah mereka. Hormati mereka.

Saya sendiri waktu ke sana bener-bener ekstra hati-hati. Pakai sepatu boot, celana panjang, dan nggak asal melangkah. Selalu liat ke bawah sebelum duduk atau injak sesuatu. Ada satu momen saya hampir nginjek ular yang lagi nyelip di balik karang. Duh, jantung rasanya copot.

Apakah Wisatawan Bebas ke Pulau Ular? Jawabannya: Tidak Semudah Itu

Sebenarnya, wisatawan boleh mengunjungi Pulau Ular, tapi ada syarat-syarat tidak tertulis yang harus dipatuhi.

Pertama, harus ditemani pemandu lokal. Nggak bisa main asal datang bawa perahu sendiri. Selain karena faktor keselamatan, ini juga demi menghargai adat dan kepercayaan masyarakat setempat. Katanya, pulau ini dianggap “keramat” dan harus dijaga kesuciannya.

Kedua, jangan asal pegang atau usik ular-ular di sana. Meski kelihatan jinak, tetap aja mereka bisa menyerang kalau merasa terancam.

Ketiga, sebaiknya datang saat air surut, karena sebagian besar ular naik ke darat dan lebih mudah terlihat. Kalau air pasang, mereka bisa berenang bebas dan nyelinap ke tempat-tempat yang nggak kelihatan.

Oh ya, kamu juga harus siap mental karena pulau ini nggak punya fasilitas apa-apa. Nggak ada warung, kamar mandi, apalagi penginapan. Semua harus siap dari kapal.

Tips Mengunjungi Pulau Ular Indonesia: Wajib Baca Sebelum Nekat

Ternyata Ini Perbedaan Pulau Ular di Brasil dan Indonesia : Okezone Travel

Berikut beberapa tips berdasarkan pengalaman saya waktu ke sana:

1. Sewa pemandu lokal

Jangan coba-coba datang sendiri. Pemandu lokal biasanya tahu di mana jalur aman buat berjalan dan spot terbaik buat foto.

2. Gunakan pakaian tertutup dan sepatu tinggi

Karena ular bisa muncul dari sela-sela batu atau pasir, sebaiknya pakai celana panjang, jaket, dan sepatu boot.

3. Jangan berisik dan jangan panik

Ular sangat sensitif terhadap getaran dan suara. Jadi kalau kamu teriak-teriak atau lari, bisa bikin mereka stres. Dan saat stres, bisa saja mereka menyerang.

4. Bawa antiseptik dan P3K

Jaga-jaga ya, siapa tahu tergores karang atau apes kena sengat binatang laut lain.

5. Hormat dan jangan sombong

Ini bukan taman safari. Jangan ngejek atau iseng sama ular. Banyak cerita lokal tentang wisatawan yang kurang ajar lalu kena “sial.”

Jenis Ular yang Hidup di Pulau Ini: Cantik Tapi Berbisa

Seperti yang saya singgung di atas, jenis utama yang menghuni pulau ini adalah:

1. Laticauda colubrina (Sea Krait)

Warnanya cantik banget, loreng-loreng hitam dan putih seperti zebra laut. Ular ini sangat berbisa, tapi cenderung pemalu.

2. Ular laut lainnya

Beberapa laporan menyebut ada spesies lain seperti Hydrophis cyanocinctus, tapi dominannya tetap sea krait. Mereka biasa berkeliaran di antara karang dan pasir.

Yang unik, mereka ini suka berjemur di darat lalu menyelam ke laut buat berburu ikan kecil. Jadi siklus hidup mereka memang antara darat dan laut.

Pelajaran yang Saya Petik dari Kunjungan ke Pulau Ular

Kalau dipikir-pikir, perjalanan ke Pulau Ular ini bukan cuma tentang destinasi ekstrem. Ada banyak pelajaran yang saya dapat:

  • Bahwa alam punya aturan sendiri, dan kita cuma tamu.

  • Rasa takut bisa jadi pintu ke pengalaman paling indah, asal kita bijak dan nggak nekat.

  • Bahwa keindahan Indonesia itu bukan cuma pantai-pantai mainstream, tapi juga pulau kecil yang mungkin belum banyak diketahui.

  • Bahwa pengetahuan lokal itu penting. Saya jadi makin respek sama nelayan dan warga lokal yang hidup berdampingan sama ular tanpa drama.

Dan terakhir, keberanian bukan berarti nggak takut, tapi tahu risikonya dan tetap maju dengan kepala dingin.

Interaksi dengan Warga Lokal: Mereka Lebih Tahu dari Google

Salah satu hal terbaik dari perjalanan ke Pulau Ular—dan ini sering kelewat dibahas ya sama orang-orang—adalah interaksi dengan warga lokal. Waktu itu, saya sempat nginep semalam di rumah warga di sekitar Pantai Oi Fanda, daerah yang jadi titik awal untuk ke pulau. Namanya Pak Haji Hasan. Orangnya ramah banget, dan beliau udah berkali-kali nganter wisatawan ke Pulau Ular.

Saya duduk di teras rumahnya sambil minum kopi hitam yang pahitnya nendang, dan mulailah beliau cerita. Katanya, dulu pulau itu nggak dikenal sama sekali. Cuma nelayan lokal yang tahu, dan nggak pernah dijadikan tempat wisata. Mereka percaya pulau itu punya penunggu, dan ular-ularnya itu bukan sekadar binatang, tapi “dijaga” oleh kekuatan gaib. Makanya, tiap kali ke sana, harus permisi dulu, bahkan kadang ada yang bawa sesajen kecil kayak sirih atau bunga.

Apakah saya percaya? Jujur aja, saya tipe yang skeptis. Tapi di alam liar kayak gini, lebih baik kita rendah hati aja. Saya pun waktu naik kapal, sempat ngucap dalam hati, “Permisi ya, numpang lewat…”

Dan ternyata, setelah saya ngobrol makin banyak, saya belajar kalau warga sekitar tuh tahu jam-jam munculnya ular, arah arus laut, sampai cuaca yang baik buat nyebrang ke sana. Jadi ya, pelajaran penting: jangan sok tahu. Nggak semua hal bisa dicari di Google. Terkadang, mulut warga lokal lebih akurat daripada peta digital.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Salar de Uyuni: Pengalaman Pribadi di Gurun Garam Terbesar Dunia disini

About The Author